Sampai saat ini masih banyak produk makanan, minuman maupun obat-obatan yang menggunakan bahan alkohol sebagai bahan campuran/tambahan. Alkohol banyak dimanfaatkan untuk bahan pelarut rasa, aroma, warna, zat aktif obat dan vitamin yang tidak dapat larut dalam air. Dalam bidang farmasi dan kedokteran alkohol banyak digunakan sebagai bahan pelarut untuk melarutkan bahan-bahan aktif obat sekaligus sebagai bahan pengawet agar obat lebih tahan lama. Sebagai contohnya, yang paling populer adalah obat batuk dalam bentuk sirup.
Khusus untuk obat batuk saja, dari temuan di lapangan diketahui bahwa sebagian besar produsen, baik dalam maupun luar negeri menggunakan bahan alkohol dalam produknya. Bahkan beberapa produk memiliki kandungan alkohol lebih dari 1 (satu) persen dalam setiap volume kemasannya.
(Sumber : Jurnal HALAL, LPPOM MUI, No. 67 Juli-Agustus, Th. XI 2007, Hal 11)
Bahan Pelarut ditengah Kontroversi
Hal tersebut patut mendapat perhatian serius, karena penggunaan alkohol dalam makanan, minuman atau obat-obatan saat ini masih menjadi suatu kontroversi di tengah masyarakat, terutama di kalangan umat Islam.
Sebagaimana termaktub dalam hasil rapat Komisi Fatwa MUI pada bulan Agustus 2000, yang menyebutkan bahwa semua jenis minuman keras haram hukumnya. Segala sesuatu yang mengandung alkohol itu dilarang karena haram dan minuman keras adalah minuman yang mengandung alkohol minimal 1 persen, termasuk didalamnya adalah obat-obatan.
(Sumber : Jurnal HALAL, LPPOM MUI, No. 67 Juli-Agustus, Th. XI 2007)
Terhadap ketentuan syariah tersebut, masih banyak kalangan yang mengambil jalur pintas dengan berpegang pada penafsiran bahwa penggunaan alkohol dalam obat merupakan hal yang boleh-boleh saja karena bersifat darurat.
Kemudian pertanyaannya adalah, apakah kita selamanya akan terpaku dan beralasan pada kondisi darurat, padahal dengan diketemukannya jenis bahan pelarut altenatif yang halal maka kondisi darurat sudah saatnya diakhiri. Apalagi adanya peringatan yang tegas dari Rasulullah SAW melalui hadits yang diriwiyatkan oleh Baihaqi, bahwa “Allah tidak menjadikan penyembuhanmu dengan apa yang diharamkan akan kamu”, atau dengan kata lain zat yang haram tidak dapat dijadikan obat untuk penyembuhan penyakit.
MCT Sebagai Bahan Pelarut Alternatif
Dalam rangka memenuhi aspirasi masyarakat muslim yang mayoritas di Indonesia, maka peran pemerintah dan produsen makanan, minuman dan obat-obatan untuk mulai menggunakan bahan pelarut alternatif yang halal, sangat diharapkan.
Sudah lama dikenal, terutama di negara-negara maju, Minyak MCT (Medium Chain Triglycerides) adalah bahan pencair dan pelarut ideal untuk beberapa jenis ingredien yang larut lemak seperti flavours, colours, dan vitamins. Bahkan untuk beberapa ingredien yang bersifat polar pun (seperti lecithin) dapat dicampur secara mudah dengan Minyak MCT.
(Sumber : Juergen Gierke, Technological and Natural Applications of MCT, Jurnal Asia Pasific Food Industry, April 2007)
Adalah minyak MCT, satu-satunya jenis lemak organik yang mempunyai kelebihan ganda dalam aspek aplikasinya, yaitu secara teknologi sekaligus nutritional.
Secara teknologi Minyak MCT (yang ukuran molekulnya relatif kecil) memiliki polaritas yang tinggi, sehingga sangat efektif melarutkan za-zat dan sekaligus secara cepat akan diserap oleh tubuh. Dengan stabilitas oksidatif yang tinggi (nilai AOM mencapai 450-500/ jam) membuat Minyak MCT tidak mudah rusak oleh panas dan tidak berbau tengik (rancid). Minyak MCT tetap stabil dalam bentuk cairan walau berada dalam suhu yang rendah seperti disimpan dalam lemari es.
Sedangkan rasanya yang relatif netral dan warnanya yang jernih bagaikan air menjadikan minyak MCT sebagai bahan pelarut yang netral dan fleksibel.
Tidak seperti pelarut lain, Minyak MCT mempunyai kelebihan nutritional yang menjadi nilai tambah, yaitu merupakan sumber nutrisi padat kalori yang secara cepat dapat dimetabolisme oleh tubuh untuk digunakan sebagai sumber energi tanpa menyebabkan terjadinya timbunan lemak pada jaringan tubuh. Lebih dari itu Minyak MCT mempunyai kandungan asam-asam lemak yang potensial berfungsi sebagai zat anti mikrobial untuk meningkatkan fungsi kekebalan tubuh.
Bila mencermati sebagian dari kelebihannya, maka sudah saatnya bagi kalangan industri untuk mulai memanfaatkan Minyak MCT sebagai bahan pelarut alternatif yang halal lagi menyehatkan bagi berbagai produk makanan, minuman, dan terutama obat-obatan.
Aplikasi dalam Makanan Fungsional
Sifat nutrisional dari Minyak MCT yang sangat menonjol telah dilirik banyak kalangan untuk dapat dimanfaatkan bagi tujuan yang lebih spesifik dalam bidang makanan fungsional.
Minyak MCT terutama yang dikemas dalam bentuk powder dapat dimanfaatkan dengan baik dalam fortifikasi makanan yang khusus diproduksi untuk sediaan orang-orang lanjut usia, bayi prematur maupun orang yang sedang sakit. Dalam hal ini Minyak MCT akan berfungsi sebagai ingredien pangan padat energi (energy dense food) yang secara cepat dan efektif meningkatkan pasokan energi yang sangat dibutuhkan oleh orang-orang yang mempunyai masalah penyerapan (malabsorption).
Bahkan khusus untuk bayi prematur yang mendapatkan formula makanan dengan fortifikasi mineral Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg), penambahan Minyak MCT akan efektif meningkatkan penyerapan Kalsium dan Magnesium secara signifikan.
(Sumber : MCT Feeding in Premature Infants, Effect on Calcium and Magnesium Absorption, Jurnal PEDIATRIC Vol. I No. 4, Agustus 2007)
(Sumber : MCT Feeding in Premature Infants, Effect on Calcium and Magnesium Absorption, Jurnal PEDIATRIC Vol. I No. 4, Agustus 2007)
0 komentar:
Posting Komentar